Jumat, 10 April 2020

Kosa Kata Jawa Baru


    Bagaimana jika kamu adalah orang Jawa, tinggal di Jawa, tapi suatu saat kamu mendengar kosa kata Jawa yang asing di telingamu?

     Tahun lalu, saya mengikuti program internsip selama setahun. Sebuah program dokter untuk mendapatkan surat ijin praktek. Kebetulan saya dapat wahana internsip di Bojonegoro. Saya asli Jember. Di tempat asal saya, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia, Jawa kasar campur Madura. Karena orang tua saya adalah orang Jawa, jadi sedikit sekali saya tahu tentang bahasa madura. Bahasa Jawa pun saya kurang begitu fasih, apalagi Jawa halus. Sedangkan di Bojonegoro bahasa yang dipakai benar2 bahasa Jawa tanpa campuran dengan madura. Bahasa sehari2nya pun sering menggunakan bahasa Jawa halus jika bercakap-cakap dengan yang lebih tua. 
     
        Nah, ini dia kosa kata yang belum pernah saya dengar dari saya kecil, padahal saya orang Jawa 😅. Beberapa kosa kata ada yang lumayan sering terdengar di percakapan orang tua maupun lirik lagu tapi saya sering lupa artinya:

Nembe: baru
Madang: makan
Wanci: waktu
Yoga: anak
Garwa: suami/istri
Lebet: dalem
Benter: panas
Utus: suruh
Dawuh: bilang
Asta: tangan
Ngasta: mbawa
Kengeng: kena
Ajre: takut
Mantuk: pulang
Mekan: hidup
Dugi: dateng
Mudeg
Mbejaji: sesuai
Njawi: luar
Gantosan: gantian
Benten : beda
Pirsani: liat 
Pelor: gotri 
Satru: ngambek 
Sederek: saudara 
Kantun: tinggal
Geting: benci 
Raos: rasa 
Rekasa: kuat 
Siyos: jadi 
Polok: tumit 
Mbet: becek
Nayoh: gampang 
Rakutan: pelukan
Boyak: blur
Kolo2: kadang2
Benten: beda
Ambeng: berkat
Reno-reno: macam2
Mbejani: diomongin
Wayoh: dimadu
Mblenjani: bohongi
Mudeg2: mual

Kamis, 09 April 2020

Sate dan Gule

SATE GULE

       Kedua makanan itu tidak pernah aku beli kalau bukan karna ada papa. Dua makanan kesukaan yang sangat enak jika disajikan secara benar, menurut seleraku sendiri. Selamat datang di "My Picky Eater Experience". 

       Saat masih internsip di bojonegoro tahun lalu, tidak pernah sekalipun aku beli gule kambing. Begitu pun sate, hanya sekali aku membelinya. Padahal itu semua makanan kesukaanku. Aku hanya suka kalau sate gulenya bikin sendiri. Sate buatan mama pasti tanpa gajih. Yak tanpa gajih. Aku tidak suka gajih semenjak kecil. Padahal gajih sangat disukai banyak orang. Apa yang membuat pelanggan mampir ke warung sate? 

      Karena aromanya yang menggoda. Aroma nikmat itu berasal dari gajih yang dibakar bersama daging ayam/kambing yang ditusuk. Kenapa aku tidak suka gajih?

        Berawal dari aku yang saat kecil dulu, tidak sengaja makan bagian zonk dari ayam goreng. Bukan daging yang saya makan, tapi penghubung antara daging dan tulang. Istilahnya tendon. Tekturnya sangat lembek, kenyal dan seperti lendir. Warnanya kadang putih atau bening. Kalau saya bilang sehari2 itu otot. Padahal kalau bahasa medis otot=muscle=daging.  Strukturnya yang kenyal pada saat masuk ke tenggorokan mengundang perasaan ingin muntah. Dan akhirnyaa.. yak muntahh. Semua makanan yang masuk sebelumnya ikut keluar. Ku berpikir, apa cuma aku saja ya yang seperti itu?

      Mama, papa, kakakku sepertinya tidak ada masalah dengan itu. Tidak seperti aku yang tak sengaja makan gajih dan memuntahkannya. Sejak saat itu makanan lain yang teksturnya kenyal seperti gajih, cingur, kikil, aku tak suka. 

         Kalau papa yang beliin sate, pasti bilang ke penjualnya untuk menghidangkan daging saja yang ditusuk tanpa ada gajih. Begitu juga gule pasti akan diambilkan mayoritas daging, atau tulang yang dibalut daging. Kalau tidak ada papa, pasti dihidangkannya berupa gajih dan jeroan.

       Saat kuliah, aku pernah diajak teman ke tempat sate terkenal di Jember. Setelah sampai, aku melihat banyak foto orang terkenal yang pernah makan di situ, salah satunya adalah Bupati Jember saat itu. Seharusnya sih makanannya enak. Aku pesen satu porsi nasi, gule kambing beserta sate kambing. 

      Saat makanan dihidangkan, wah keliatannya memang enak dan menggugah selera. Pada saat kulihat gulenya, mangkuknya terlihat penuh dengan tulang dan gajih. Saat kusruput kuahnya, wah enak.. sedap.. setelah kucari dagingnya di antara tulang dan gajih, kudapati hanya sedikit dagingnya. Padahal favoritku adalah daging. Iya, aku suka daging yang menempel di dekat tulang. Rasanya pasti juicy dan nikmat. Tapi tidak kudapatkan di sini. Akhirnya aku hanya makan nasi dan kuahnya beserta sate kambingnya. Satenya pun tidak kumakan semua. Karna dalam 1 tusuk ada gajih di tengahnya. Sebenarnya gajih itu menambah aroma saat dibakar. Aromanya mengundang pengunjung untuk datang. Tapi tidak untuk dimakan menurutku.

      Kini kalau mama yang masak sate gule, sate dan gule yang dibuat benar2 seleraku. Satenya daging semua tanpa gajih dan gulenya benar2 mayoritas daging yang membalut tulang. Satu lagi, tanpa jeroan.. hmm yummy..